Nikah di KUA GRATIS, di luar KUA membayar Rp 600 rb, disetorkan langsung ke Bank *===* ZONA INTEGRITAS KUA, tolak GRATIFIKASI dan KORUPSI. Laporkan jika terbukti! *===* Waspadai penyebaran paham keagamaan menyimpang, awasi lingkungan! *===* Bayarkan zakat anda melalui BAZNAS maupun LAZ yang berizin! *===*

Pojok Majlis



ANTARA PENDIDIKAN PRANIKAH DAN PERCERAIAN


Memiliki rumah tangga yang langgeng dan harmonis adalah cita-cita dan harapan semua pasangan yang melangsungkan pernikahan. Tidak pernah ada pasangan yang melangsungkan pernikahan atau perkawinan dengan tujuan untuk bercerai. Boleh jadi dalam hemat banyak pasangan yang menikah, kiranya hanya mautlah yang satu-satunya boleh memisahkan mereka.

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, pernikahan atau perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Sedangkan, menurut ajaran Islam, pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat untuk menaati perintah Allah sekaligus merupakan ibadah. Kata 'nikah' sendiri dalam bahasa Arab antara lain dapat berarti berakad.
Dalam ajaran Islam, hukum sebuah pernikahan dapat bersifat kondisional. Itu artinya hukum bisa berubah menurut situasi dan kondisi seseorang dan lingkungannya. Misalnya, pernikahan menjadi wajib bagi mereka yang memiliki kemampuan memberikan nafkah dan memiliki kekhawatiran akan terjerumus kepada perbuatan zina bila mereka tidak segera melangsungkan pernikahan atau bagi mereka yang telah memiliki keinginan yang sangat untuk menikah.

Namun, bisa juga pernikahan menjadi makruh, yaitu bagi mereka yang tidak/belum mampu memberikan nafkah. Di sisi lain, pernikahan dapat juga berubah menjadi haram apabila motivasi untuk menikah karena ada niat buruk atau niat jahat, seperti untuk menyakiti pasangan dan keluarga pasangan serta niat-niat buruk atau jelek lainnya.

Agar prosesi pernikahan berlangsung dengan baik, persiapan menjelang pernikahan menjadi hal yang mesti selalu diprioritaskan. Bagaimanapun, setiap pernik prosesi pernikahan bakal menjadi noktah-noktah sejarah yang boleh jadi bakal sangat bermakna bagi kedua mempelai yang hendak mengikat janji suci mengarungi kehidupan bersama dalam bahtera rumah tangga.

Sudah barang tentu, cita-cita dan harapan kedua mempelai, begitu juga keluarga mereka, yaitu pernikahan yang mereka langsungkan dan rumah tangga yang mereka bentuk dapat berjalan mulus. Tetapi, cita-cita dan harapan terkadang tidak selamanya sejalan dengan realitas kehidupan. Maka, dalam perjalanan sejak ikrar sakral pernikahan dilangsungkan, tidak sedikit pasangan yang telah sah menjadi suami-istri, karena didera berbagai persoalan, akhirnya mengambil keputusan pahit untuk bercerai.

Persoalannya, perceraian rumah tangga bukan saja menggoreskan kenangan getir bagi pasangan menyangkut relasi dua hati yang terpaksa kandas, melainkan juga kerap dibarengi dengan munculnya problem-problem lain yang tidak kalah getirnya. Faktanya sejumlah problem sosial yang muncul di masyarakat dipicu antara lain oleh perceraian rumah tangga. Ada korelasi bahwa semakin tinggi tingkat perceraian, maka semakin besar pula risiko lahirnya berbagai problem sosial di tengah-tengah masyarakat. Lebih-lebih lagi bagi pasangan yang telah dikaruniai buah hati.


Berbagai kajian memperlihatkan, anak-anak yang kedua orang tuanya bercerai biasanya mengalami penurunan kualitas kehidupan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan adanya penurunan pendapatan keluarga. Perceraian juga dapat membuat anak-anak menghadapi risiko yang lebih tinggi untuk menerima pelecehan dari anak lainnya dan rentan terkena masalah kesehatan. Pada saat bersamaan, trauma psikologis yang dialami oleh anak korban perceraian menjadikan mereka mudah menderita stres, depresi, dan kecemasan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

Oleh sebab itu, kita patut prihatin dengan kenyataan semakin tingginya tingkat perceraian yang terjadi di negeri ini. Berdasarkan simpulan data dari Kementerian Agama Republik Indonesia, rata-rata tiap tahun terjadi 333 ribu kasus perceraian. Ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tingkat perceraian paling tinggi di kawasan Asia Pasifik. Faktor ketidakharmonisan, faktor ekonomi, dan hadirnya pihak ketiga menjadi penyebab terbesar perceraian di Indonesia.

Pendidikan pranikah

Sangat tingginya tingkat perceraian di negara kita mesti segera diatasi. Membiarkannya berarti sengaja menyimpan bom waktu yang cepat atau lambat bakal meledak dan melahirkan guncangan sosial yang dahsyat. Salah satu upaya untuk menekan angka perceraian agar tidak kian meningkat adalah dengan menyelenggarakan pendidikan pranikah. Lewat pendidikan pranikah, calon pengantin dibekali sejumlah pengetahuan serta soft skill ihwal bagaimana seharusnya menjalani dan mengelola kehidupan berumah tangga dengan sebaik-baiknya. Target utamanya adalah agar kelak mereka mampu membangun kehidupan keluarga yang, meminjam istilah dalam agama Islam, sakinah, mawadah, warahmah.

Secara sederhana, sakinah dapat diartikan sebagai kedamaian, ketenteraman, ketenangan, serta kebahagiaan. Dengan demikian, sakinah dapat bermakna membina atau membangun sebuah rumah tangga yang penuh dengan kedamaian, ketenteraman, ketenangan sehingga melahirkan kebahagiaan baik lahir maupun batin.

Sementara, mawadah bermakna cinta atau harapan. Cinta menjadi salah satu elemen penting dalam sebuah pernikahan. Pasangan suami-istri harus mampu menumbuhkembangkan cinta dalam bahtera rumah tangga mereka, baik di kala suka maupun duka.

Adapun warahmah berati kasih sayang. Selain menumbuhkembangkan cinta, pasangan suami-istri wajib pula menumbuhkembangkan kasih sayang. Rumah tangga bakal hambar dan tak bermakna jika pasangan suami-istri tunakasih sayang.

Psikolog, agamawan, dan konselor spesialis perkawinan dapat dimintai bantuan untuk memberikan pendidikan pranikah untuk membantu pasangan calon pengantin menggapai sebuah rumah tangga yang benar-benar sakinah, mawadah,  dan warahmah. Selain dapat diselenggarakan secara mandiri atas inisiatif calon pengantin atau keluarga calon pengantin, pendidikan pranikah juga dapat diselenggarakan oleh pemerintah melalui Kementerian Agama yang bekerja sama dengan Badan Penasihat Pembinaan Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4). Materi yang diberikan dalam pendidikan pranikah sendiri adalah tata cara dan prosedur pernikahan, pengetahuan agama, peraturan perundang-undangan di bidang perkawinan dan keluarga, hak dan kewajiban suami-istri, kesehatan reproduksi, manajemen rumah tangga, serta psikologi perkawinan.

Sejatinya pemerintah wajib secara aktif untuk menyelenggarakan pendidikan pranikah. Ini sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah tatkala semakin banyak keluarga di negeri ini menemui prahara dalam mengarungi bahtera rumah tangga yang berbuntut dengan perceraian.

Sebagaimana kita ketahui, keluarga adalah unit terkecil dari negara. Ketahanan negara dibangun antara lain dari ketahanan keluarga. Pendidikan pranikah diperlukan sebagai bagian dari upaya membangun ketahanan keluarga dan negara.