Nikah di KUA GRATIS, di luar KUA membayar Rp 600 rb, disetorkan langsung ke Bank *===* ZONA INTEGRITAS KUA, tolak GRATIFIKASI dan KORUPSI. Laporkan jika terbukti! *===* Waspadai penyebaran paham keagamaan menyimpang, awasi lingkungan! *===* Bayarkan zakat anda melalui BAZNAS maupun LAZ yang berizin! *===*

Opini Umum



MERAWAT KERUKUNAN UMAT DI TAHUN POLITIK
Oleh: DR. HM. Subhi, M.Sc. MM. (Wakil Ketua FKUB Propinsi Banten)


Kepala Kankemenag Pdg
“Suhu politik di berbagai daerah menjelang 9 Desember 2015 mulai kian bergejolak. Suara-suara bisikan dari timses, baik timses yang berasal dari parpol maupun timses yang berasal dari tokoh masyarakat dan tokoh agama, mengajak memilih pasangan calon yang didukungnya. Kondisi ini, sedikit atau banyak, memberi dampak terhadap gesekan dalam kerukunan umat yang telah terbina dengan baik.”


U
ntuk pertama kalinya Indonesia akan menggelar hajat demokrasi lokal lima tahunan sekali secara bersamaan di penghujung tahun 2015. Tepat 9 Desember 2015, Indonesia akan menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak. Pemilihan gubernur, bupati dan wali kota secara serentak, menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015, wajib diselenggarakan pada Desember 2015 untuk daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir mulai Januari 2015 hingga Juni 2016.

Momen penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2015 ini akan menjadi ujian sekaligus pelajaran berharga untuk menghadapi Pilkada serentak berikutnya di tahun 2017 dan 2018. Mengutip pesan Presiden RI Joko Widodo, bahwa kita harus siapkan momen-momen demokrasi itu sebaik-baiknya. Pengalaman melaksanakan Pilkada serentak tahun 2015 dapat menjadi rujukan dalam pemilu serentak berikutnya serta untuk menyukseskan pelaksanaan Pemilu Nasional Serentak di Tahun 2019.

Dalam laman resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pilkada Serentak 2015 akan diikuti oleh 852 pasangan calon di 269 daerah. Terdiri atas 21 pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, 714 untuk pemilihan bupati/wakil bupati, serta 117 pasangan calon walikota dan wakil walikota.

Suhu politik di berbagai daerah menjelang 9 Desember 2015 mulai kian bergejolak. Suara-suara bisikan dari timses, baik timses yang berasal dari parpol maupun timses yang berasal dari tokoh masyarakat dan tokoh agama, mengajak memilih pasangan calon yang didukungnya. Kondisi ini, sedikit atau banyak, memberi dampak terhadap gesekan dalam kerukunan umat yang telah terbina dengan baik.

Sumber daya politik berupa dukungan masa, tokoh politik, tokoh agama, tokoh organisasi dan tokoh masyarakat akan saling mengklaim, memanfaatkan dan dimanfaatkan. Saratnya kepentingan politik dan tarik menarik kepentingan politik berupa artikulasi kekuasaan, dibutuhkan kearifan semua pihak.

Kondisi yang tidak kondusif dan gejolak politik serta gesekan pra dan pasca pilkada serentak tentu harus mendapatkan perhatian khusus dari semua pihak. Jangan sampai meluas, bahkan membawa dampak berkelanjutan.

Sikap Tasamuh
Menurut para ahli, masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk (plural society) dan masyarakat multikultural (multikultural society). Pluralisme masyarakat adalah salah satu ciri utama dari masyarakat multikultural, yaitu suatu konsep yang menunjuk kepada suatu masyarakat yang mengedepankan pluralisme budaya. Budaya adalah istilah yang menunjuk kepada semua aspek simbolik dan yang dapat dipelajari tentang masyarakat manusia, termasuk kepercayaan, seni, moralitas, hukum dan adat istiadat.
Dalam masyarakat multikultural, konsepnya di atas pluralisme masyarakat itu hendaknya dibangun suatu rasa kebangsaan bersama. Tapi, dengan tetap menghargai, mengedepankan, dan membanggakan pluralisme masyarakat itu. (Lubis, 2005).
Memang tidak bisa dipungkiri, adanya kemajemukan merupakan masalah yang rawan dan sering memicu ketegangan atau konflik antar kelompok termasuk masalah agama. Kemajemukan atau perbedaan itu tidaklah terjadi dalam satu waktu saja. Proses yang dialami oleh masing-masing individu dalam masyarakat menciptakan keragaman suku dan etnis, termasuk keragaman pilihan politik, yang membawa kepada bentuk-bentuk keragaman lainnya. Menyadari fakta kemajemukan Indonesia itu, pemerintah telah mencanangkan konsep kerukunan umat beragama minimal dalam dua bentuk, yaitu:
Pertama: Kerukunan Intern Umat Beragama. Konsepnya, bahwa perbedaan pandangan dalam satu agama bisa melahirkan konflik dalam tubuh suatu agama itu sendiri. Perbedaan mazhab adalah salah satu perbedaan yang nampak nyata. Kemudian lahir pula perbedaan ormas keagamaan. Walaupun satu aqidah, misalnya Islam-perbedaan sumber penafsiran, penghayatan, kajian, pendekatan terhadap Al-Quran dan AsSunnah terbukti mampu mendisharmoniskan intern umat beragama.
Konsep ukhuwwah islamiyah merupakan salah satu sarana agar tidak terjadi ketegangan intern umat Islam yang meyebabkan peristiwa konflik. Konsep ini mengupayakan berbagai cara agar tidak saling mengklaim kebenaran. Justru menghindarkan permusuhan karena perbedaan mazhab dalam Islam termasuk juga perbedaan dalam pilihan politik. Semuanya untuk menciptakan kehidupan beragama yang tenteram, rukun, harmonis, dan penuh kebersamaan.
Semua umat Islam, pada hakikatnya hanya berpegang kepada dua landasan pokok saja yaitu Al-Qur`an dan As-Sunnah. Di masa dahulu, kini, bahkan masa yang akan datang kedua landasan pokok itu tidak akan pernah berubah kedudukannya dalam Islam. Hadits Rasulullah saw menegaskan bahwa seseorang atau kelompok tidak akan sesat selamanya selagi mereka tetap berpegang kepada dua warisan beliau yaitu Kitabullah (al-Qur`an) dan Sunnah.
Lebih dari itu, dalam Islam seorang muslim memiliki kebebasan berfikir dan menyatakan pendapat (kebebasan dalam pilihan politik) sebagai salah satu hak asasi. Seorang muslim yang lain tak perlu berkecil hati menghadapi perbedaan pendapat umat. Perbedaan paham di kalangan umat tidak boleh ditutup dengan alasan ketenangan, kerukunan dan sebagainya.
Begitu indah contoh tauladan para sahabat Nabi, sehingga perbedaan pendapat umat tidak perlu menimbulkan perpecahan. Begitu pula hendaknya setiap pemeluk agama dapat menyikapi perbedaan-perbedaan yang terjadi. Karena dari situlah tampak kemuliaan umat Islam di muka bumi, yaitu memilki sikap tasamuh, tenggang rasa dan tepa selira yang adi luhung.
Kedua, Kerukunan Antar Umat Beragama. Konsep ini mengandung makna kehidupan beragama yang tentram, harmonis, rukun dan damai antar masyarakat yang berbeda agama dan keyakinan. Tidak ada sikap saling curiga tetapi selalu menghormati agama masing-masing.
Agama Islam mengakui bahwa keimanan seseorang terkait dengan hidayah (petunjuk) dari Allah SWT, bukan hasil rekayasa manusia. Kita hanya bertugas untuk berdakwah menyampaikan kebenaran ajaran Allah yang mampu dilakukan, dengan menggunakan qaulan baligha atau hingga menjangkau lubuk hati secara bijaksana.
Bangsa Indonesia sejak lama dikenal sebagai bangsa yang religius. Meski pengamalan syariat agama dalam kehidupan sehari-hari belum intensif, namun dalam praktek kehidupan sosial dan kenegaraan sulit dipisahkan dari pengaruh nilai-nilai dan norma keagamaan. Bahkan, dalam rangka suksesnya pembangunan nasional dalam sektor agama termasuk salah satu modal dasar, yakni modal rohaniah dan mental.
Hal ini dapat dibuktikan mengenai pengaruh agama dalam kehidupan bangsa Indonesia yang sangat besar, yaitu sentuhan dan pengaruhnya tampak dirasakan memberi bekas yang mendalam pada corak kebudayaan Indonesia. Bahkan, ketahanan nasional juga harus berangkat dengan dukungan umat beragama, artinya bagaimana agar kaum beragama mempunyai kemampuan dan gairah untuk tampil dan kreatif membina dan meningkatkan ketahanan nasional khususnya, dan pembinaan sosial budaya pada umumnya sehingga nilai-nilai agama dan peranan umat beragama benar-benar dirasakan dan mempengaruhi pertumbuhan masyarakat
Tetap Waspada
Indonesia merupakan negara yang memiliki keunikan tersendiri dalam membangun, memelihara, membina, mempertahankan, dan memberdayakan kerukunan umat beragama. Upaya-upaya yang berkaitan kegiatan kerukunan umat merupakan sebuah proses tahap demi tahap yang harus dilalui secara seksama agar perwujudan kerukuanan umat beragama benar-benar dapat tercapai. Upaya ini juga merupakan usaha terus-menerus tanpa henti dan hasilnya tidak diperoleh secara instan.
Perubahan merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan. Tidak ada sesuatu yang terus menerus ajeg atau stagnan melainkan selalu berada dalam proses perubahan yang akan terus terjadi. Dalam konteks perubahan tersebut, maka agama dapat memainkan peranan penting, yaitu sebagai pengarah perubahan. Agama dengan seperangkat aturan yang dijadikan pedoman untuk mengatur kehidupan tentu bisa menjadi faktor penting dalam mengarahkan perubahan tersebut.
Seandainya sebuah kondisi ideal kerukunan sudah tercapai, bukan berarti sudah tidak diperlukan lagi upaya untuk memelihara dan mempertahankannya. Justru, peningkatan kewaspadaan harus terus tertata agar pihak-pihak yang secara sengaja ingin merusak keharmonisan kerukunan hidup atau kerukunan umat beragama tidak bisa masuk. Dus, kerukunan umat sangat tergantung dan erat kaitannya dengan ketahanan nasional. Tugas berat ini tidak hanya terletak di tangan pemerintah, penguasa, dan pemimpin negara, tetapi merupakan tugas semua entitas yang ada di masyarakat, ulama, kyai, jawara, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan dan lain-lain.

Merawat Kerukunan Umat
Menurut pengamatan penulis, faktor utama yang bisa menimbulkan perpecahan di tahun pilkada serentak, yaitu bila terjadi penyalahgunaan agama dan ekonomi dalam memberi sokongan politik. Faktor lain yang tak kalah penting dan bisa membuat perpecahan umat adalah fanatisme pilihan politik dengan memaksakan kehendak pada orang lain, egoisme, arogansi, fanatisme kelompok dan golongan, budaya eksklusif dan kedengkian.
Faktor-faktor tersebut menjadi penyebab perpecahan antar umat atau konflik antar umat. Untuk itu, perlu adanya upaya antisipasi dari semua elemen terhadap terjadinya hal ini.
Paling tidak, ada beberapa hal yang dapat mengantisipasi perpecahan antar umat ini, yaitu mantapkan regulasi kerukunan umat beragama, mencipatakan regulasi dalam perspektif kerukunan, dan pemantapan doktrin kerukunan umat beragama.
Selain itu, intensifikasi daerah yang berwawasan kerukunan, pemantapan kesamaan komitmen, pemantapan kesamaan orientasi, pemantapan kesamaan tanggungjawab, pemantapan toleransi, pemantapan sikap kebersamaan, peningkatan intensitas dialog dan intensifikasi kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan pendekatan ini diharapkan kerukunan umat dapat terus terjaga dengan baik, sehingga pembangunan daerah dapat berjalan dengan baik pula. Jangan menyisakan konflik apapun pasca Pemilukada serentak ini, sehingga tercipta suasana kondusif yang memberi ketenangan kepada masyarakat.
Kondusifitas wilayah memegang peranan yang sangat penting untuk keberhasilan pembangunan suatu daerah. Jika kondisi wilayah dan masyarakatnya sudah kondusif, semua kegiatan peningkatan kesejahteraan masyarakat akan bisa dilakukan dengan lancar. Caranya, dengan selalu menjaga kekompakan dalam masyarakat mulai dari tingkat terendah hingga tingkat kabupaten/kota. Termasuk menciptakan kesadaran dan solidaritas dalam kehidupan beragama.
Semua masyarakat pasti berhadap, agar pemilukada berlangsung dengan aman dan kondusif. Jangan hanya beda pilihan bisa bertengkar. Jangan sampai rasa persatuan dan kesatuan tercabik-cabik gara-gara pemilukada. Yang terpenting, selesai pemilukada persatuan dan kesatuan antar umat terus terbina dengan baik. ***